Senin, 28 Agustus 2023

Amplifier 20W dengan Tone Control

Amplifier ini dirancang dengan konsep sederhana dan hemat biaya, namun tetap mampu memberikan performa yang optimal. Dengan komponen yang tidak rumit dan mudah didapat, perangkat ini menjadi solusi efektif dan terjangkau untuk meningkatkan kualitas audio dalam penggunaan sehari-hari.

Amplifier 20W dengan Tone Control


Amplifier ini dilengkapi dengan rangkaian tone control untuk pengaturan bass dan treble, sehingga pengguna dapat menyesuaikan karakter suara sesuai selera. Setiap kanal stereo mampu menghasilkan daya hingga 20W, dan perangkat ini dapat dioperasikan dengan catu daya 12V, termasuk dari aki mobil, sehingga praktis untuk penggunaan portabel maupun di kendaraan. Rangkaian tone control ini juga fleksibel dan bisa diterapkan pada amplifier lain sesuai kebutuhan.

Tone Control Stereo

Rangkaian tone-control ini memanfaatkan IC op-amp low-noise yang berisi dua penguat operasional dalam satu kemasan, sehingga sangat praktis untuk aplikasi stereo. Selain mudah diperoleh di pasaran, karakteristik noise yang rendah membuatnya ideal untuk pengolahan sinyal audio.

Pada bagian input non-inverting (pin 3 IC1), tegangan bias ditetapkan melalui resistor R7 dan R8 pada level sekitar 6V. Dengan adanya pembiasan ini, input inverting (pin 2) serta output op-amp (pin 1) ikut berada di level tegangan yang sama. Kapasitor C1 ditempatkan pada jalur input untuk menahan komponen DC—tanpa C1, tegangan 6V dapat masuk ke sumber sinyal. Namun demikian, C1 tetap memungkinkan sinyal AC audio melewati tahap ini menuju rangkaian tone-control.

Sinyal keluaran dari pin 1 kemudian dikembalikan ke input inverting melalui jaringan resistor–kapasitor yang terhubung ke potensiometer VR1 dan VR2. Kombinasi ini membentuk umpan balik negatif yang menentukan karakteristik tone-control. Peran kapasitor pada jaringan ini adalah mengatur respons frekuensi sehingga penguatan bass dan treble dapat diatur sesuai keinginan.

Secara prinsip, kapasitor akan menghalangi arus DC, namun pada sinyal AC ia bersifat seperti resistor yang nilai reaktansinya bergantung pada frekuensi. Pada frekuensi rendah, reaktansi kapasitor tinggi sehingga sinyal sulit melewati kapasitor, sedangkan pada frekuensi tinggi reaktansinya turun membuat sinyal lebih mudah mengalir. Kapasitor berkapasitansi besar akan lebih responsif terhadap frekuensi rendah, sementara kapasitor kecil lebih dominan bekerja pada frekuensi tinggi.

Deskripsi Rangkaian

Karena rangkaian ini menggunakan suplai tunggal, tegangan DC pada jalur sinyal harus ditetapkan di titik tengah suplai agar sinyal AC dapat berosilasi secara simetris. Dengan demikian, level DC rata-rata ditempatkan pada setengah dari tegangan suplai. Akibatnya, sinyal audio pada sisi kiri C1 berosilasi terhadap 0V, sedangkan setelah melewati C1, sinyal tersebut berayun di sekitar level bias 6V.

Resistor R7 dan R8 berfungsi sebagai pembagi tegangan yang menjaga input non-inverting (pin 3) IC1 tetap berada pada 6V. Kondisi ini menyebabkan input inverting (pin 2) dan output (pin 1) dari IC1 ikut stabil di titik kerja (bias) yang sama, sehingga op-amp dapat mengolah sinyal AC secara linear.

Kapasitor C1 ditempatkan di jalur input untuk mencegah tegangan DC sebesar 6V mengalir kembali ke sumber sinyal, namun tetap memungkinkan sinyal AC melewatinya tanpa hambatan yang berarti. Dengan kata lain, C1 berperan sebagai pemisah (coupling capacitor) antara sinyal AC dan DC.

Sinyal keluaran dari pin 1 kemudian dikembalikan ke input inverting (pin 2) melalui rangkaian resistor–kapasitor yang dihubungkan ke potensiometer VR1 dan VR2. Susunan ini membentuk umpan balik negatif yang menentukan karakteristik kontrol nada. Dengan mengubah posisi VR1 dan VR2, jumlah sinyal pada jalur umpan balik berubah sehingga mempengaruhi respons frekuensi sesuai pengaturan bass dan treble.

Secara teori, kapasitor menghalangi komponen DC namun menahan sinyal AC dengan besaran yang bergantung pada frekuensinya. Pada frekuensi rendah, reaktansi kapasitor tinggi sehingga sinyal sulit melewatinya. Ketika frekuensi meningkat, reaktansi menurun sehingga sinyal AC lebih mudah mengalir. Kapasitor yang bernilai besar lebih mampu melewatkan frekuensi rendah dibandingkan kapasitor kecil.

Karakteristik inilah yang membuat rangkaian tone-control bekerja: frekuensi rendah terhambat oleh kapasitor C2 dan C3, sementara frekuensi tinggi melewati jalur RC dengan lebih mudah. Hasilnya, pengguna dapat mengatur peningkatan atau pengurangan respons bass dan treble secara efektif melalui kontrol tone yang tersedia.

Kontrol Nada Bass

Jika pengaruh resistor R2 diabaikan, maka saat kontrol bass (VR1) diputar ke arah R3 atau posisi minimum (0%), penguatan pada frekuensi rendah akan ditentukan oleh perbandingan antara R3 dan total resistansi pada jalur umpan balik, yaitu (R1 + VR1). Sebagai contoh, rasio 10k/(100k + 10k) menghasilkan faktor sekitar 1:11. Hal ini menunjukkan bahwa pada frekuensi rendah, penguatannya menjadi kecil. Kondisi ini terjadi karena pada frekuensi sangat rendah, kapasitor C2 memiliki reaktansi tinggi sehingga hampir tidak menghantarkan sinyal — secara praktis bersifat seperti rangkaian terbuka.

Ketika frekuensi mulai meningkat, reaktansi C2 menurun sehingga sebagian sinyal mulai melewati kapasitor tersebut. Pada frekuensi yang cukup tinggi, C2 menjadi hampir sepenuhnya konduktif terhadap sinyal AC dan dapat dianggap sebagai hubungan langsung. Dalam kondisi ini, penguatan untuk frekuensi tinggi ditentukan oleh rasio R3 terhadap R1. Dengan nilai keduanya sama, misalnya 10k/10k, maka didapatkan penguatan sebesar 1 (unity gain).

Jika VR1 diputar ke arah R1 (posisi maksimum atau 100%), maka penguatan pada area frekuensi tinggi tidak berubah, tetap stabil, karena C2 pada frekuensi tinggi bersifat konduktif. Namun, pada frekuensi rendah — saat C2 kembali bersifat terbuka — penguatan akan bergantung pada rasio (R3 + VR1) terhadap R1. Dengan nilai perbandingan misalnya 10k/10k, hasilnya tetap menunjukkan penguatan sebesar 1.

Kontrol Nada Treble

Kapasitor C3 berperan penting dalam mencegah sinyal berfrekuensi rendah mempengaruhi kinerja rangkaian kontrol nada bagian treble. Dengan demikian, hanya frekuensi tinggi yang dapat diproses oleh bagian ini tanpa adanya interaksi yang tidak diinginkan dari sinyal bass.

Ketika potensiometer VR2 diatur ke arah R5 (posisi minimum atau 0%), penguatan pada frekuensi tinggi ditentukan oleh perbandingan antara nilai R5 dan jumlah resistansi R4 + VR2. Sebagai contoh, rasio 3,3kΩ terhadap 473kΩ menghasilkan penguatan yang sangat kecil untuk frekuensi tinggi.

Sebaliknya, ketika VR2 diputar ke arah R4 (posisi maksimum atau 100%), penguatan frekuensi tinggi dihitung dari rasio (VR2 + R5) terhadap R4. Misalnya 473kΩ/3,3kΩ, yang menghasilkan peningkatan penguatan (boost) treble yang signifikan. Nilai gain aktual ini juga dipengaruhi oleh posisi kontrol nada bass dan resistor R2, meskipun pengaturan VR1 sendiri tidak memberikan pengaruh langsung pada kontrol treble.

Apabila kedua kontrol nada (bass dan treble) diatur pada posisi maksimum (100%), maka pada frekuensi menengah sekitar 630Hz, nilai gain akan tetap mendekati unity (tidak terjadi boost maupun cut). Namun pada frekuensi rendah, sekitar 20Hz, sinyal dapat diperkuat atau dipotong hingga sekitar 7–8 kali lipat. Efek serupa juga terjadi pada frekuensi tinggi di sekitar 20kHz, yang juga dapat mengalami boost atau cut dalam rentang nilai yang sama.

Rangkaian juga dilengkapi dengan elemen stabilisasi frekuensi tinggi. Resistor R6 bersama kapasitor C4 bertindak untuk menurunkan penguatan pada frekuensi sangat tinggi, sehingga mencegah osilasi yang dapat mengganggu kestabilan op-amp.

Keluaran dari pin 1 IC1a memiliki level DC sekitar 6V. Kapasitor kopling C6 bertugas untuk menghilangkan komponen DC ini sehingga level keluaran kembali ke 0V, memungkinkan sinyal AC berayun simetris sebelum masuk ke tahap selanjutnya. Untuk menjaga agar sisi negatif C6 tetap berada pada level 0V, resistor R9 disertakan sebagai beban semu (dummy load).

Sementara itu, kapasitor C13 dan C14 berfungsi sebagai kapasitor decoupling pada suplai daya. Keduanya bertugas menjaga kestabilan tegangan dan meminimalkan noise atau gangguan yang dapat mempengaruhi sensitivitas rangkaian audio.

Hum

Pada kondisi ideal, rangkaian tone control tidak akan menimbulkan dengung (hum), baik ketika disuplai menggunakan aki maupun catu daya yang memiliki regulasi baik. Aki bahkan cenderung menghasilkan suplai yang sangat bersih karena tidak terhubung ke jaringan listrik AC.

Namun, dengung dapat muncul apabila sistem grounding tidak dirancang dengan benar. Ground yang kurang efektif—misalnya jalur ground terlalu panjang, penggunaan kabel yang tidak tepat, atau adanya ground loop—dapat menyebabkan noise masuk ke rangkaian sinyal audio dan terdengar sebagai hum pada output.


Tone Control menggunakan IC NE5532

Sebagai contoh, apabila dua rangkaian berbagi sumber tegangan yang sama dan masing-masing jalur ground dihubungkan ke titik 0V, arus balik (return current) dari kedua rangkaian dapat mengalir melalui jalur ground yang sama. Kondisi ini berpotensi menimbulkan ground loop, yang sering menjadi penyebab munculnya dengung (hum) pada sistem audio.

Apabila Anda mengalami gejala hum seperti ini, salah satu solusi sederhana yang dapat dicoba adalah memutus salah satu sambungan ground pada salah satu ujung rangkaian. Dengan menghilangkan loop pada jalur ground, interferensi dapat berkurang secara signifikan, bahkan sering kali hum dapat hilang sepenuhnya.

Power Amplifier

Rangkaian amplifier ini memanfaatkan IC TDA2004 atau TDA2005, yang memang dirancang untuk bekerja pada tegangan suplai 12V. Hal ini menjadikannya pilihan ideal untuk aplikasi audio di kendaraan, khususnya pada sistem audio mobil. Sumber daya dari aki mobil mampu menyediakan arus yang memadai dan dapat menopang penggunaan amplifier selama beberapa jam tanpa masalah.

IC ini juga telah dilengkapi dengan sistem proteksi internal yang akan memutus kerja IC secara otomatis ketika terjadi kondisi overload atau hubung singkat pada output. Fitur ini membantu mencegah kerusakan akibat beban berlebih. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa penggunaan IC tanpa beban speaker tetap berpotensi menimbulkan kerusakan. Oleh karena itu, pastikan selalu bahwa speaker telah terhubung ke output IC sebelum rangkaian diberi daya, untuk menjaga kestabilan kerja dan mencegah kerusakan pada komponen.

Desain dan Pengaturan Mode Bridge

IC TDA2004/TDA2005 berisi dua penguat daya internal yang dapat dikonfigurasi dalam mode bridge-tied load (BTL). Dengan konfigurasi jembatan ini, kedua amplifier bekerja saling berlawanan fasa sehingga menghasilkan ayunan tegangan output yang lebih besar pada speaker dibandingkan mode single–ended. Hasilnya, IC mampu memberikan daya keluaran yang tinggi meskipun hanya menggunakan suplai 12V, seperti dari aki kendaraan.

Konfigurasi bridge tidak hanya meningkatkan efisiensi pemanfaatan tegangan suplai, tetapi juga memberikan performa audio yang lebih kuat dan bersih pada loudspeaker. Hal ini menjadikan IC ideal untuk sistem audio mobil yang mengandalkan tegangan rendah namun membutuhkan daya keluaran yang cukup besar.

Untuk sistem stereo, dibutuhkan dua modul power-booster yang sama—masing-masing untuk kanal kiri dan kanan—beserta komponen pendukungnya. Dengan pengaturan ini, pengguna dapat menikmati kualitas audio stereo yang lebih dinamis, jernih, dan bertenaga di dalam kendaraan.

Rangkaian Mono dan Stereo

Rangkaian amplifier menggunakan IC TDA2004/TDA2005 ini dapat dilihat pada diagram yang menampilkan kebutuhan tegangan suplai beserta konfigurasi dasar rangkaiannya. Diagram tersebut menunjukkan pengaturan mode mono, di mana satu unit rangkaian digunakan untuk menguatkan satu saluran audio saja.

Apabila dibutuhkan sistem stereo, maka diperlukan dua rangkaian amplifier yang identik—masing-masing berfungsi sebagai kanal kiri dan kanan. Dengan menggunakan dua unit yang sama, sistem dapat menghasilkan audio stereo yang lebih imersif dan natural.

Dengan desain yang sederhana namun efektif, amplifier berbasis IC TDA2004/TDA2005 ini menjadi pilihan praktis dan ekonomis untuk aplikasi audio di kendaraan. Selain mudah diinstalasi dan tidak memerlukan banyak komponen eksternal, IC ini juga dibekali fitur proteksi internal untuk mencegah kerusakan, menjadikannya solusi audio yang andal dan tahan lama untuk penggunaan di mobil.

Amplifier 20W menggunakan IC TDA2005

Sinyal audio masuk ke rangkaian melalui potensiometer VR1a yang berfungsi sebagai pengatur level volume. Setelah level sinyal diatur, sinyal diteruskan ke kapasitor kopling C1, yang bertugas menghilangkan komponen DC agar hanya sinyal AC audio yang masuk ke tahap penguat berikutnya. Dari C1, sinyal kemudian dipasok ke input IC1 pada pin 1.

Loudspeaker (LS1) dikendalikan oleh dua output IC1 yang bekerja secara bridge-tied load (BTL), di mana kedua amplifier internal beroperasi dalam kondisi berlawanan fasa. Ketika salah satu output berada pada level tegangan tinggi, output lainnya berada pada level rendah. Konfigurasi ini menghasilkan ayunan tegangan yang lebih besar pada speaker, sehingga meningkatkan daya output secara efisien. Dengan rancangan ini, amplifier mampu menghasilkan daya hingga 20W pada speaker impedansi 2Ω.

Penggunaan speaker dengan impedansi lebih tinggi tetap memungkinkan amplifier beroperasi dengan baik, meskipun daya keluaran akan sedikit menurun. Kendati demikian, sistem masih mampu meredam noise dengan efektif, terutama bila dipasangkan dengan speaker ber-efisiensi tinggi.

Untuk menjaga stabilitas kerja dan mencegah gangguan frekuensi tinggi, kapasitor C3, C8, dan C11 berfungsi sebagai kapasitor decoupling lokal. Komponen-komponen ini membantu menekan kemungkinan osilasi, meminimalkan gangguan pada suplai daya lokal, serta menjaga performa amplifier tetap optimal.

Catu Daya

Amplifier ini dapat disuplai langsung dari aki 12V, dengan catatan harus dipasang sekering (fuse) yang sesuai untuk mencegah kerusakan akibat arus berlebih. IC masih mampu beroperasi dengan stabil hingga tegangan sekitar 16V. Namun, penggunaan tegangan yang lebih tinggi berisiko meningkatkan tingkat noise, terutama karena gangguan listrik dari sistem pengapian mesin atau sumber interferensi lainnya.

Untuk memperoleh performa yang optimal dan meminimalkan potensi noise, disarankan menggunakan catu daya yang dirancang sesuai dengan skema yang disertakan pada diagram rangkaian. Penggunaan catu daya yang tepat akan menjaga kestabilan tegangan, meningkatkan kualitas reproduksi suara, serta memastikan amplifier bekerja secara andal dalam berbagai kondisi penggunaan.

Catu daya 12 Vdc

Trafo T1 harus memiliki output sebesar 9Vac, yang kemudian akan disearahkan oleh penyearah bridge REC1 menjadi tegangan DC. Setelah proses penyearahan, tegangan disaring oleh kapasitor C23 dan C24 sehingga menjadi sekitar 12Vdc yang dibutuhkan untuk mensuplai rangkaian amplifier.

Untuk hasil yang optimal, disarankan agar trafo mampu menyediakan arus 1 hingga 4 kali lebih besar dari kebutuhan arus amplifier. Kapasitas arus yang lebih besar memberikan cadangan (headroom) untuk mengatasi lonjakan arus sesaat dan menjaga kestabilan catu daya, sehingga kinerja amplifier tetap maksimal dan bebas gangguan selama beroperasi.

Daftar Komponen Power dan Supply 

Trafo yang direkomendasikan untuk rangkaian amplifier ini adalah trafo 50VA dengan tegangan keluaran 9V. Lilitan primer trafo harus disesuaikan dengan tegangan listrik standar di negara tempat amplifier akan digunakan, agar trafo dapat beroperasi dengan aman dan efisien.

Untuk performa terbaik, trafo jenis toroidal sangat disarankan. Meskipun harganya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan trafo EI (konvensional), trafo toroidal memiliki keunggulan utama berupa medan magnet bocor yang sangat rendah. Keunggulan ini mengurangi risiko interferensi elektromagnetik terhadap rangkaian audio, sehingga kualitas sinyal tetap bersih, stabil, dan bebas noise.

Selasa, 22 Agustus 2023

Amplifier 12V menggunakan IC TDA7377V

 Amplifier yang menggunakan supply 12V DC umumnya menghasilkan daya kecil dan biasanya tidak memiliki karakter 'hifi'. Tetapi amplifier stereo ini memiliki daya yang tidak kecil dan distorsi rendah. Dengan suplai 14,4V, ini akan menghasilkan 20W per kanal dengan impedansi speaker 4 ohm saat terjadi clipping, sedangkan distorsi harmonik pada tingkat daya yang lebih rendah biasanya kurang dari 0,03%.

Suara yang dihasilkan sangat baik dengan nilai THD tipikal hanya 0,03% atau kurang serta dalam kondisi 'idle' konsumsi daya cukup rendah tidak lebih dari 1W. Jika tidak dipaksakan untuk mencapai daya maksimal maka IC tetap dingin dan baterai tidak cepat habis. IC ini juga memiliki sirkuit perlindungan diri dan hampir tidak mungkin mengalami kerusakan dimana IC akan secara otomastis OFF jika terlalu panas dan output akan non-aktif jika terhubung singkat.

Amplifier 12V
TDA7377

Bridge Mode

Mode "bridge" yang sering disebut dengan Bridge-Tied Load (BTL) membutuhkan 2 unit amplifier per-kanal. IC TDA7377 adalah pilihan yang tepat untuk konfigurasi ini. Sekalipun dimensi IC ini cukup kecil namun dengan catu daya 12V amplifier stereo ini mampu menghasilkan hingga 20W per-kanal pada beban 4 ohm dengan tingkat distorsi yang rendah.

Deskripsi Rangkaian

Rangkaian lengkap ditunjukkan pada gambar-1 dimana inti dari rangkaian ini -seperti yang telah disebutkan sebelumnya- adalah penggunaan IC2 yaitu TDA7377V monolithic stereo BTL amplifier ditambah IC TL074 quad FET input op amp.

Seperti yang ditunjukkan dimana sinyal input diumpankan lewat kapasitor non-polar 4,7uF ke VR1 potensiometer dual-gang yang berfungsi untuk mengatur volume. Selanjutnya, sinyal akan dikopel-AC lewat kapasitor 470nF ke opamp IC1a dan IC1b. Ini berfungsi sebagai tingkat buffer dengan gain "unity" untuk menghasilkan impedansi sumber yang rendah untuk selanjutnya diolah oleh tone control Baxandall pada IC1c dan IC1d serta potensiometer VR2 dan VR3 untuk menghasilkan bass dan treble boost sebesar ±15dB dengan frekuensi tengah 700Hz. Respon frekuensi benar-benar flat dengan posisi potensiometer berada di tengah.

Untuk mengerti bagaimana tone-control bekerja, Pada bagian bass, dengan mengabaikan kapasitor 100nF, terdapat IC1c atau IC1d yang bersifat inverting, dimana resistor (termasuk potensiometer) memebentuk jaringan feedback yang akan mengontrol gain. Potensiometer bass VR2 pada searah jarum jam pada posisi maksimum, gain diatur pada 122kΩ/22kΩ atau sekitar 5.5. Jika diputar berlawanan arah (minimum) gain menjadi 22kΩ/122kΩ atau sekitar 0.18. Penambahan kapasitor 10nF melewati VR2a dan VR2b untuk menambahkan low-pass filter pada gain, agar putaran potensiometer lebih pada frekuensi rendah daripada frekuensi tinggi.Maka penguatan bass dapat diatur untuk mencapai nilai bass boost/cut.

Pada bagian treble, VR3a dan VR3b bekerja dengan hal yang sama, kecuali bahwa kapasitor 4.7nF terhubung dengan resistor secara seri dan membentuk high-pass filter.

Kapasitor 10pF pada pada input inverting dari IC1c dan IC1d akan mengurangi gain pada frekuensi tinggi yang berfungsi untuk mengurangi osilasi jika ada sinyal RF pada jaringan filter.Hal yang sama juga berlaku pada resistor 10Ω pada output IC1c dan IC1d dimana kedua IC ini akan memperkuat sinyal RF yang mungkin saja bisa lewat sampai ke power amplifier IC2.

Power Amplifier

IC2 yaitu TDA7377V hanya membutuhkan beberapa komponen eksternal. IC ini 4 buah amplifier dengan noise rendah untuk menggerakkan speaker stereo dengan konfigurasi BTL namun juga ayunan tegangan virtual pada output dan stabil dengan gain tetap sebesar 26dB.

Pin 7 yang berfungsi sebagai mode standby dapat dihidupkan ataupun dimatikan. Ini berguna untuk mencegah arus yang besar melewati sakelar ON/OFF S1. Pada kenyataannya, S1 akan men-switch daya ke pin 7 dari IC2 dan IC 1 sebagai quad-opamp.Oleh karena itu, catu daya dan IC1 tetap tersedia selama tegangan catu hidup, hanya aarus bocor dari kapasitor dan arus standby dengan arus total sekitar 100μA. Jal ini akan memicu amplifier untuk menaikkan arus diam (tidak ada sinyal) hingga sekitar 100mA.

Saat sakelar S1 di-ON-kan, kapasitor filter 100μF akan terisi lewat dioda D1. Pin 7 (standby) bersifat low-pass filter yang terdiri dari resistor 22kΩ dan kapasitor 1μF dan power amplifier tidak diaktifkan sampai opamp dihidupkan. Ini berguna untuk mencegah getaran saat dihidupkan.

Hal yang sama terjadi saat sakelar S1 dimatikan, resistor 22kΩ yang terhubung dengan anoda dari dioda D1 akan menurunkan tegangan pada pin standby dan segera mematikan IC1. Hal ini akan mencegah bunyi getar pada loudspeaker saat dimatikan.

Proteksi Polaritas Terbalik

Komponen catu daya utama terdiri dari empat buah kapasitor elektrolit 2,200μF/25V ditambah dua buah kapasitor MKT dengan nilai 470nF yang terhubung secara paralel untuk membentuk filter terhadap frekuensi tinggi dimana MOSFET Q1 menyediakan proteksi terhdap tegangan terbalik.

Walaupun IC TDA7377 dapat menahan tegangan supply negatif, namun tidak begitu dengan kapasitor elektrolit. Oleh sebab itu perlu memasang  MOSFET IRF1405 yang terhubung secara seri dengan ground.

Pada intinya, MOSFET berlaku sebagai sebuah dioda dengan tegangan maju yang sangat rendah. Secara tipikal kurang dari 25mV pada 5A. Ini dibandingkan dengan dioda penyearah standar dengan nilai sekitar 1V 5A. Ini berarti amplifier dapat menghasilkan daya lebih banyak sekitar 15% lebih daripada menggunakan dioda biasa.

Catu Daya

Arus maksimum yang dikonsumsi bergantung pada impedansi speaker dan besar-kecilnya volume. Dengan hitungan kasar, daya keluaran penuh dengan supply 14.4V dan impedansi speaker 8 ohm membutuhkan arus minimal 3A. Untuk speaker dengan impedansi 4 ohm konsumsi arus dapat melebihi 6A.

PSRR (Power Supply Rejection Ratio) adalah >50dB pada 300Hz dan dengan menggunakan kapasitor bypass dengan kapasitas yang cukup tinggi maka noise dapat ditekan serendah mungkin.

Minggu, 20 Agustus 2023

Amplifier 20W Class-A

Modul amplifier class-A 20W ini memiliki fitur tingkat distorsi ultra-rendah, kebisingan yang sangat rendah, level dan catu daya yang sederhana, yang meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Karena beroperasi dalam mode class-A murni maka tidak ada distorsi crossover sama sekali.

Transistor keluaran MJL21193 dan MJL21194 memiliki jarak yang cukup jauh satu sama lain dan dibaut ke heatsink yang besar. Heatsink yang cukup besar ini berfungsi untuk menghilangkan disipasi panas sekitar 50W dengan aman secara terus menerus. Rangkaian yang ditampilkan adalah mono dan dibutuhkan satu unit lagi secara mirror untuk membuatnya menjadi stereo.

Amplifier 20W Class-A
MJL21193

Yang menjadi kelemahan dalam rangkaian amplifier class-A adalah meskipun bebas distorsi akan terjadi disipasi daya yang relatif besar jika dibandingkan dengan daya output nya oleh sebab itu dibutuhkan pendingin dengan dimensi yang relatif lebih besar.

Desain PCB

Posisi dua transistor penguat daya yang terpisah cukup jauh berguna agar panas diantara kedua transistor lebih tersebar dan diserap lebih baik oleh heatsink. Meskipun amplifier dapat menghasilkan output 25W maka heatsink akan menjadi terlalu panas dan akan terjadi clipping, dan operasional class-A hanya memberikan daya murni sebesar 20W.

Kinerja

Distorsi untuk daya keluaran 5W hingga 20W lebih kecil dari 0,001% dan biasanya kurang dari 0,0006% sekitar 10W. Respons frekuensi yang cukup lebar yaitu –1dB pada 90Hz dan –3dB pada 1,5Hz dan 190kHz karena adanya filter pasif pada input. Rasio signal-to-noise atau SNR dengan daya 20W pada beban 8W adalah –115dB, sedangkan A-weighted angkanya adalah –118dB.

Diagram rangkaian lengkap dari Modul Penguat Kelas-A 20W ditunjukkan pada Gb-1.


Gambar-1. Amplifier 20W Class-A

Gambar-2. Power Supply

Detail Rangkaian

Sinyal input digabung melalui sebuah kapasitor elektrolit  47uF/25V dan resistor R2 dengan nilai 100 ohm ke basis tarnsistor  Q1 yang merupakan salah satu dari pasangan diferensial Q1 dan Q2 menggunakan transistor Toshiba 2SA970 PNP low-noise.

Resistor input R2 dengan nilai 100 ohm dan kapasitor C1 dengan nilai 820pF berfungsi sebagai lowpass filter, dengan -6dB/octave roll-off di atas 190kHz. Resistor input 100 ohm (R2) dan Kapasitor 820pF (C1) merupakan filter lowpass, dengan roll-off –6dB/oktaf di atas 190kHz.

Filter ini memiliki impedansi yang sangat rendah untuk berbagai jenis sumber sinyal input dengan kontrol volume 20kohm yang juga akan menurunkan noise amplifier.

Kedua resistor bias bagi Q1 dan resistor feedback yang terhubung secara seri ke basis Q2 diatur pada 10 kohm untuk meminimalisir impedansi sumber yang dapat mengakibatkan derau yang disebut Johnson noise.

Gain dari amplifier diatur 100x oleh rasio dari resistor feedback 10 kohm dan 510 ohm  dengan penguatan sebesar 20.6, sementara gain dari low-frequency roll-off (–3dB) diatur oleh kapasitor 220uF pada 1.4Hz.

Efek Samping

Amplifier ini menggunakan kapasitor yang cukup besar pada input dan rangkaian feedback dimana hal ini bertujuan untuk menghilangkan semua efek dari distorsi kapasitor pada rangkaian audio pass-band.

Dioda D1 and D2 yang melewati kapasitor 220uF/25V berfungsi untuk mencegah kerusakan yang mungkin terjadi akibat kesalahan pada tegangan negatif power supply yang akan melindungi loudspeakers terhadap potensi kerusakan.

Pada kondisi ini, loudspeaker akan terlindungi dari kerusakan yang diakibatkan oleh modul proteksi loudspeaker namun kapasitor 220uF akan tetap digunakan untuk mengantisipasi arus balik.

Kedua dioda tersebut untuk memastikan tidak terjadi distorsi efek non-linear terhadap penggunaan satu buah dioda pada sinyal feedback maksimum atau sekitar 1V puncak.

Gain Tegangan

Gain tegangan terbesar dihasilkan oleh transistor Q9 yang diumpankan lewat Q8 sebagai emitter follower dari kolektor Q1. Emitter follower digunakan sebagai buffer kolektor Q1 untuk mengurangi efek non-linear. Transistor Q9 beroperasi tanpa resistor emitor untuk memaksimalkan gain dan tegangan pada output.

Beban pada kolektor Q1 dan Q2 disediakan oleh current-mirror transistors Q3 dan Q4. Begitupula dengan beban kolektor pada transistor Q9 disedikan oleh beban arus konstan yang tersusun atas transistor Q6 dan Q7. Sementara itu, bias tegangan pada basis untuk current-source yang konstan Q5 juga diatur oleh Q6.

Transistor Q5 merupakan pengikut arus konstan bagi pasangan input diferensial sekaligus mengatur arus kolektor yang melalui transistor ini.

Power Supply Rejection Ratio (PSRR)

Jaringan bias yang cukup rumit untuk Q5, Q6 dan Q7 berfungsi untuk memperbaiki faktor PSRR dari keseluruhan penguat. Selain itu kualiatas nilai PSRR juga ditingkatkan dengan filter bypass yang terdiri dari resistor 10 ohm/1W dan kapasitor 1000uF/35V pada supply tegangan negatif.

Faktor PSRR menjadi sangat penting karena amplifier ini beroperasi di class-A dimana akan mengkompensasi arus konstan melebihi 1A (aktual 1.12A) dari supply tegangan positif dan negatif. Ini sangat baik daripada amplifier class-B yang pada umumnya biasanya sekitar 20 hingga 30mA saja.

Driver Keluaran

Sinyal output dari tingkat penguat tegangan Q9 dikopel ke transistor driver dikopel ke Q11 dan Q13 lewat resistor 100 ohm.

Hal ini akan melindungi transistor Q7 dan Q9 jika terjadi hubing-singkat pada output yang dapat membuat transistor rusak sebelum sekering bekerja untuk memutus arus. Resistor 100 ohm juga berfungsi sebagai resistor stopper untuk membantu mencegah terjadinya osilasi parasit pada output.

Pada tingkat output menggunakan pasangan feedback komplementer (Complementary Feedback Pairs = CFP) yang terdiiri dari transistor Q11, Q12, Q13 dan Q14. Hal ini menghasilkan kinerja yang lebih linear daripada pasangan transistor Darlington yang secara umum diterapkan pada amplifier push-pull kebanyakan. Sebagai dampaknya, komponen tersebut terkoneksi sebagai pasangan feedback dengan arus feedback 100% dari kolektor Q12 ke emitor Q11 secara virtual oleh resistor emitor 0.1 ohm/5W.

Agar konsep CFP lebih mudah dimengerti, bayangkan transistor Q11 sebagai penguat common-emitter dengan resistor beban kolektor 100 ohm. Koneksi emitor-basis dari transistor Q12 dihubungkan melewati resistor 100 ohm ini, dan akan menjadi tingkat ppenguat arus dan beban kolektornya adalah resitor 0.1 ohm, yang mana akan memberikan feedback arus ke emitor Q11. Karena ada 100% feedback lokal, pasangan output ini memiliki gain total dan tingkat linearitas yang sangat tinggi.

Transistor Keluaran

Transistor output adalah MJL21193 dan MJL21194 yang dikemas dengan berbahan plastik. Rating yang diberikan adalah 250V, 16A (puncak 30A) dan 200W dan jelas sedikit berlebihan daripada yang dibutuhkan oleh amplifier ini.

Rangkaian ini menggunakan kedua komponen di atas karena kedua transistor tersebut merupakan salah satu dari transistor komplementer dengan linearitas terbaikyang dibuat oleh pabrikan komponen terbaik di dunia (awalnya dibuat oleh Motorola dan saat ini berasal dari On Semiconductor.

Pasangan feedback komplementer menggunakan transistor driver BD139 dan BD140 dan bukan transistor kebanyakan untuk daya rendah seperti BC337 dan BC327. Hal ini diperlukan karena disipasi daya yang lebih tinggi pada transistor driver.

Tingkat Multiplier

Transistor Q10 adalah multiplier Vbe dimana 'multiplier Vbe' adalah sumber tegangan mengambang dengan kompensasi suhu dan dalam hal ini ‘multiplier dari Vbe’ merupakan sumber tegangan floating yang terkompensasi-suhu yang menyediakan sekitar 1.6V di antara basis Q11 dan Q13.

Q10 sebagai multiplier akan memperbesar tegangan antara basis dan emitornya dengan rasio dari total impedansi di antara kolektor dan emitor berbanding impedansi antara basis dan emitornya.

Dalam prakteknya, trimpot VR1 tidak diatur untuk menghasilkan tegangan tertentu yang akan melewati Q10 namun untuk menghasilkan arus diam sebesar 1.12A pada tingkat keluaran. Ini membutuhkan tegangan sebesar 112mV melewati tiap resistor emitor 0.1Ω. Dalam prakteknya, resistor emitor memiliki toleransi 5%, jadi tegangan rata-rata yang melewati setiap resistor ini adalah 112mV.

Dalam prakteknya, trimpot VR1 tidak diatur untuk menghasilkan tegangan tertentu melintasi Q10, tetapi untuk menghasilkan arus diam yang ditentukan sebesar 1,12A di tahap keluaran. Ini membutuhkan tegangan dari 112mV di setiap resistor emitor 0,1Ω. Dalam prakteknya, resistor emitor memiliki toleransi 5%, jadi kami rata-rata tegangan di masing-masing resistor ini di 112mV. Pengkuran ini dapat dilakukan menggunakan multimeter digital.

Alasan menggunakan transistor BD139 adalah bahwa transistor tersebut lebih baik dalam mendeteksi suhu pada tingkat driver dan transistor output yang akan menghasilkan bias yang lebih stabil. Dlaam penerapannya, Q10 dibaut ke heatsink yang sama dengan transistor driver Q11 untuk memperaiki pendeteksian suhu. Resistor 16Ω di sirkuit kolektor Q10 berfungsi untuk meningkatkan kompensasi suhu.

Keluaran Filter RLC

Filter RLC pada output terdiri dari induktor 6.8µH air-cored, resistor 6.8Ω dan kapasitor 150nF 250VAC. Filter output ini pertamakali diperkenalkan oleh Neville Thiele dan hingga saat ini masih menjadi rangkaian filter yang sangat efektif untuk mengisolasi amplifier dari reaktansi kapasitif pada beban sehingga akan menjaga stabilitas dalam kondisi apapun.

Filter ini juga membantu melemahkan sinyal RF yang diterima loudspeaker dan menghentikannya dari umpabalik ke tahap awal amplifier dimana sinyal ini dapat menjadi sinyal tembus.